Saturday, March 21, 2009

Penemuan Planet Layak Huni Pertama selain Bumi

Si kerdil ternyata membawa kehidupan juga loh!

Untuk pertama kalinya, astronom akhirnya menemukan planet yang mirip Bumi di luar Tata Surya, sebuah planet ekstrasolar dengan radius 50% lebih besar dari bumi dan mampu memiliki air dalam bentuk cair. Penemuan ini memberi sebuah harapan baru dan sebuah langkah maju dalam usaha pencarian planet-planet yang bisa digolongkan sebagai planet layak huni. Dengan menggunakan teleskop ESO 3,6 m, tim pemburu planet dari Swiss, Perancis dan Portugal akhirnya menemukan super-Bumi yang massanya 5 kali massa Bumi dan mengorbit bintang katai merah, yang sebelumnya diketahui telah memiliki planet bermassa Neptunus. Para astronom juga menemukan bukti kuat yang menunjukkan indikasi keberadaan planet ketiga dengan massa 8 kali massa Bumi.

Planet Gliese 581 c

The Planetary System Around Gliese 581
Exoplanet, itulah cara para astronom dalam menyebut planet yang berada disekitar bintang selain Matahari. Nah, exoplanet yang baru ditemukan ini merupakan exoplanet terkecil yang pernah ditemukan hingga saat ini dan ia bisa mengitari bintangnya hanya dalam 13 hari. Dan jaraknya juga 14 kali lebih dekat dari jarak Bumi -Matahari. Bintang induknya sendiri ternyata bukanlah bintang sekelas Matahari melainkan bintang katai merah yang lebih kecil, kebih dingin dan lebih redup dibanding Matahari. Itulah bintang Gliese 581, bintang yang menaungi si exoplanet mirip Bumi tersebut.

Si exoplanet yang mirip Bumi ini terletak di dalam area layak huni sang bintang (berada dalam habitable zone bintang - akan dibahas dalam artikel yang lain), daerah disekitar bintang dimana air yang berada pada area itu bisa berada dalam bentuk cairan. Exoplanet tersebut dinamakan Gliese 581 c yang artinya planet kedua yang bermukim di bintang Gliese 581. Planet pertama dalam extrasolar planet dinamakan dengan nama bintang dan diikuti indikasi b, bintang kedua indikasinya c dst.

Menurut Stephane Udry dari Geneva Observatory, mereka memperkirakan temperatur rata-rata super-Bumi ini antara 0 - 40 derajat Celcius, dan kondisi airnya masih dalam bentuk cairan. Selain itu radiusnya juga diperkirakan hanya 1,5 kali radius Bumi, dan dari pemodelannya bisa diperkirakan kalau planet ini merupakan planet batuan seperti Bumi atau bisa jadi Gliese 581 c adalah planet lautan.

The star Gliese 581

Ditambahkan oleh Xavier Delfosse, salah satu anggota tim dari Perancis, kalau air dalam bentuk cair merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan sepanjang yang kita ketahui. Dengan memiliki temperatur dan jarak yang relatif dekat seperti yang dimiliki Gliese 581 c, planet ini kemungkinan akan menjadi target penting dalam misi ruang angkasa di masa depan khususnya dalam hal pencarian kehidupan extra-terrestrial. Dan di dalam peta harta karun alam semesta, Gliese 581 c akan ditandai dengan X.

- perlu diingat perbandingan kehidupan itu sendiri akan selalu mengacu pada kehidupan di Bumi.-

Gilese 581
Bintang induk Gliese 581 merupakan satu diantara 100 bintang yang berada dekat dengan kita. Massa dan radiusnya hanya sepertiga massa Matahari. Planet katai merah seperti ini secara intrinsik memiliki kecerlangan setidaknya 50 kali lebih lemah dari Matahari. Bintang katai merah juga termasuk bintang yang umum ditemukan di dalam galaksi kita (Bimasakti) : diantara 100 bintang dekat dengan Matahari, 80 diantaranya berada di kelas ini.

Gl 581, atau Gliese 581, merupakan bintang ke 581 dalam urutan Katalog Gliese yang merupakan susunan bintang yang berada dalam jarak 25 parsecs (81,5 tahun cahaya) dari bintang. Katalog tersebut dibuat oleh Gliese dan diterbitkan pada tahun 1969 dan diperbaharui tahun 1991 oleh Gliese dan Jahreiss. Gliese 581 sendiri jaraknya 6,26 parsecs (22,66 tahun cahaya) berada di konstelasi Libra dan usianya 4,3 milyar tahun.

Menurut Xavier Bonfils dari Lisbon University, Bintang katai merah merupakan target ideal dalam pencarian planet bermassa kecil yang memiliki air dalam bentuk cair. Hal ini disebabkan karena bintang katai seperti ini memancarkan sedikit cahaya sehingga daerah layak huninya (habitable zone) berada lebih dekat dengan bintang dibanding planet-planet disekitar Matahari.

Planet-planet yang berada di daerah tersebut akan lebih mudah dideteksi dengan menggunakan metode kecepatan radial, metode yang paling sukses dalam pencarian dan deteksi exoplanet.

Planet Lainnya di Gliese 581
Dua tahun lalu, tim astronom yang sama juga menemukan planet yang mengelilingi Gliese 581. Planet yang dikenal dengan nama Gliese 581 b memiliki massa 15 massa Bumi, dan mirip dengan Neptunus. Ia mengorbit Gliese 581 hanya menghabiskan waktu 5,4 hari. Pada saat itu astronom juga sudah melihat adanya indikasi planet lain disekitar tempat itu. Dan setelah pencarian yang lebih lanjut, ditemukan planet super-Bumi, tapi bukan hanya itu, ada juga indikasi yang sangat jelas menunjukkan kalau ditempat itu ada planet ketiga. Planet ketiga tersebut memiliki massa 8 kali massa Bumi dan menyelesaikan putaran orbitnya dalam waktu 84 hari.

Sistem keplanetan di Gliese 581 sedikitnya telah memiliki 3 buah planet dengan massa kurang lebih 15 massa Bumi, dan ini bisa dikatakan merupakan sistem yang luar biasa. Selama ini pencarian exoplanet paling banyak dilakukan pada bintang yang sekelas Matahari.

Metode Pengamatan
Penemuan Gliese 581 c ini dilakukan dengan menggunakan metode kecepatan radial. Metode kecepatan radial mendeteksi perubahan kecepatan bintang induk yang diakibatkan oleh gaya gravitasi dari exoplanet (yang tak terlihat) saat ia mengorbit bintangnya. Evaluasi pengukuran kecepatan akan memberi deduksi tentang orbit planet, biasanya bisa diketahui periode dan jarak dari bintang, serta massa minimumnya. Secara statistik, massa minimum ini mendekati massa yang sebenarnya.

Penemuan ini dilakukan menggunakan spektograf HARPS (High Accuracy RAdial Velocity for the Planetary Searcher), teleskop ESO 3,6 m di La Silla, Chille. HARPS bisa mengukur kecepatan dengan presisi lebih baik dari 1 meter per detik (3,6 km/jam). Dalam pendeteksian ini, variasi kecepatan yang terdeteksi antara 2 dan 3 meter per detik atau setara dengan 9 km/jam. Dari 13 planet yang massanya dibawah 20 massa Bumi, 11 diantaranya ditemukan dengan HARPS.

Selain Gliese 581 c ada dua sistem lain yang memiliki massa kecil juga, yakni planet es yang mengitari OGLE-2005-BLG-390L, yang ditemukan dengan jaringan teleskop microlensing. Massa planet tersebut 5,5 massa Bumi. Namun planet tersebut orbitnya lebih jauh dari bintang induknya yang kecil dibanding jarak Gliese 581 c dengan bintangnya. Selain itu planet yang mengitari OGLE-2005-BLG-390L juga lebih dingin.

Planet lainnya memiliki massa minimum 5,89 massa Bumi (dengan kemungkinan massa benarnya 7,53 massa Bumi) dan periode orbitnya kurang dari 2 hari, hal ini menyebabkan si planet terlalu panas untuk masih memiliki air di permukaannya.

Penemuan Gliese 581 c memberi satu titik cerah dalam masalah pencarian planet-planet yg mirip Bumi didalam zona layak huni bintang. Tapi untuk tiba pada apakah ada kehidupan lain disana atau mungkinkah kita hidup disana masih ada banyak hal yang perlu dijawab.

Sumber : langitselatan.com

Nebula

Dalam astronomi ada istilah nebula, yang maksudnya adalah awan antar bintang. Awan antar bintang ini merupakan kumpulan gas dan/atau debu dengan kerapatan rendah, jauuh lebih rendah dibandingkan kerapatan air. Hanya saja karena dilihat dari jauh, maka tampak seperti gumpalan. Logika yang mungkin sama dengan awan biasa (uap H2O yang menggumpal di langit) yang lazim kita lihat.

Sebuah nebula bisa terlihat kalau ada bintang disekitarnya. Untuk melihat sebuah benda, kita pasti butuh cahaya. Nah, gas dengan kerapatan rendah tak punya energi yang cukup untuk menghasilkan cahaya, makanya si nebula jadi gelap. Kalau ada bintang disekitarnya, maka cahaya bintang akan dipantulkan oleh gumpalan awan (kalau bintang berada di ‘depan’ nebula), atau cahaya bintang menembus nebula (kalau bintang berada didalam/dibelakang gumpalan). Ini yang membuat si nebula terlihat.

Apa yang menyenangkan dari Astronomy?

Kebanyakan orang suka Astronomi karena senang lihat indahnya bintang di langit dan suka lihat-lihat foto-foto keluaran Hubble Space Telescope. Wajar-wajar saja memang, karena alam semesta kita itu memang indah. Tapi kadang banyak juga yang mengira Astronomi itu gampang karena mereka cuma lihat aspek estetika dari Astronomi saja.

Bagi yang pernah terlibat di seleksi Olimpiade Astronomi Indonesia tentunya sudah tau bagaimana sebenarnya ‘belajar Astronomi’ itu. Syarat untuk ikut olimpiade Astronomi adalah memiliki kemampuan matematika dan fisika yang memadai. Astronomi bukan sekedar meneropong bintang dengan teleskop. Seorang peneropong bintang mesti paham juga perhitungan-perhitungan dengan geometri bola agar obyek yang ingin dia lihat dengan teropong bisa didapat.

Saturday, March 14, 2009

















Yang atas adalah aku waktu dirumah Grootouders aku!
Bawahnya, Atikah n' aq pas pagi-pagi jogging!

Us

Ni photonya aku ama Tika, Yasmin n' Putri ditangga bambu yang ada disekolahku! Ngga keliatan tangganya! Tapi, sebenarnya kita mau jatuh kebelakang lho menahan posisi seperti ini!
Kau tau tidak?
Aku tergila-gila dengan Kosmology!
Seperti temanku Salma Dliya Fuady.

NB : Blognya itu klo gk slh, kaksalma.blogspot.com

Di Jembatan Musi

Bulan kehilangan wajah
Tak bisa bercermin
Di arus sungai yang lelah

Dibawah bebintang
Perahu-perahu tetap berlayar
Di janggut malam

Dikolong jembatan
Jejak-jejak ditatah
Diantara pasir dan tanah

Created by : Khusnul Khuluqi
2005....................

Bagus ya!? sayangnya aku tidak memiliki matanya... : (

A Primer on Space Weather

Main Primer | Versión en Español | PDF | Effects of Space Weather Storms: Page 1 | Page 2 | Back to Education | Home

Our Star, the Sun
Sun
We all know that the Sun is overwhelmingly important to life on Earth, but few of us have been given a good description of our star and its variations.

The Sun is an average star, similar to millions of others in the Universe. It is a prodigious energy machine, manufacturing about 3.8 x 1023 kiloWatts (or kiloJoules/sec). In other words, if the total output of the Sun was gathered for one second it would provide the U.S. with enough energy, at its current usage rate, for the next 9,000,000 years. The basic energy source for the Sun is nuclear

fusion, which uses the high temperatures and densities within the core to fuse hydrogen, producing energy and creating helium as a byproduct. The core is so dense and the size of the Sun so great that energy released at the center of the Sun takes about 50,000,000 years to make its way to the surface, undergoing countless absorptions and re-emissions in the process. If the Sun were to stop producing energy today, it would take 50,000,000 years for significant effects to be felt at Earth!

The Sun has been producing its radiant and thermal energies for the past four or five billion years. It has enough hydrogen to continue producing for another hundred billion years. However, in about ten to twenty billion years the surface of the Sun will begin to expand, enveloping the inner planets (including Earth). At that time, our Sun will be known as a red giant star. If the Sun were more massive, it would collapse and re-ignite as a helium-burning star. Due to its average size, however, the Sun is expected to merely contract into a relatively small, cool star known as a white dwarf.

It has long been known that the Sun is neither featureless nor steady. (Theophrastus first identified sunspots in the year 325 B.C.) Some of the more important solar features are explained in the following sections.

Sunspots Sunspots
Sunspots, dark areas on the solar surface, contain strong magnetic fields that are constantly shifting. A moderate-sized sunspot is about as large as the Earth. Sunspots form and dissipate over periods of days or weeks. They occur when strong magnetic fields emerge through the solar surface and allow the area to cool slightly, from a background value of 6000 ° C down to about 4200 ° C; this area appears as a dark spot in contrast with the Sun. The rotation of these sunspots can be seen on the solar surface; they take about 27 days to make a complete rotation as seen from Earth.
Sunspots remain more or less in place on the Sun. Near the solar equator the surface rotates at a faster rate than near the solar poles.

Groups of sunspots, especially those with complex magnetic field configurations, are often the sites of flares. Over the last 300 years, the average number of sunspots has regularly waxed and waned in an 11-year sunspot cycle. The Sun, like Earth, has its seasons but its “year” equals 11 of ours. This sunspot cycle is a useful way to mark the changes in the Sun. Solar Minimum refers to the several Earth years when the number of sunspots is lowest; Solar Maximum occurs in the years when sunspots are most numerous. During Solar Maximum, activity on the Sun and its effects on our terrestrial environment are high.

CME Coronal Mass Ejection (CME)
The outer solar atmosphere, the corona, is structured by strong magnetic fields. Where these fields are closed, often above sunspot groups, the confined solar atmosphere can suddenly and violently release bubbles or tongues of gas and magnetic fields called coronal mass ejections. A large CME can contain 1016 grams (a billion tons) of matter that can be accelerated to several million miles per hour in a spectacular explosion. Solar material streaks out through the interplanetary medium, impacting any planet or spacecraft in its path. CMEs are sometimes associated with flares but usually occur independently.
Flares Flare
Solar flares are intense, short-lived releases of energy. They are seen as bright areas on the Sun in optical wavelengths and as bursts of noise in radio wavelengths; they can last from minutes to hours. Flares are our solar system’s largest explosive events. The primary energy source for flares appears to be the tearing and reconnection of strong magnetic fields. They radiate throughout the electromagnetic spectrum, from gamma rays to x-rays, through visible light out to kilometer-long radio waves
CoronalHoles Coronal Holes
Coronal holes are variable solar features that can last for weeks to months. They are large, dark areas when the Sun is viewed in x-ray wavelengths, sometimes as large as a quarter of the Sun’s surface. These holes are rooted in large cells of unipolar magnetic fields on the Sun’s surface; their field lines extend far out into the solar system. These open field lines allow a continuous outflow of high-speed solar wind. Coronal holes have a long-term cycle, but the cycle doesn’t correspond exactly to the sunspot cycle; the holes tend to be most numerous in the years following sunspot maximum. At some stages of the solar cycle, these holes are continuously visible at the solar north and south poles.
Effects of Space Weather Storms
Aurora Aurora
The aurora is a dynamic and visually delicate manifestation of solar-induced geomagnetic storms. The solar wind energizes electrons and ions in the magnetosphere. These particles usually enter the Earth’s upper atmosphere near the polar regions. When the particles strike the molecules and atoms of the thin, high atmosphere, some of them start to glow in different colors. Aurora begin between 60 and 80 degrees latitude. As a storm intensifies, the aurora spread toward the equator. During an unusually large storm in 1909, an aurora was visible at Singapore, on the geomagnetic
equator. The aurora provide pretty displays, but they are just a visible sign of atmospheric changes that may wreak havoc on technological systems.
Main Primer | Versión en Español | PDF | Effects of Space Weather Storms: Page 1 | Page 2 | Back to Education | Home

Mistery

Alam semesta seperti hadiah yang dibawa seseorang ke pesta. Hadiahnya cukup gelap dan dibungkus didalam kertas gelap, tetapi diikat dengan pita yang terang dengan warna pola, dan bentuk yang tak karuan.

Sejauh ini kita telah demikian terpikat dengan pita alam semesta yang mempesona dari materi kasat mata sehingga kita tetap tak tahu banyak tentang materi gelap dan energi gelap didalamnya.

Kita baru saja menggoncang kotaknya!!

Bagaimana bunyinya??

Sumber : Lima Masalah Terbesar Sains yang Belum Terpecahkan